Karena banyaknya pengunjung yang mengira bahwa Dinar Iraq dan lain
sebagainya adalah sama dengan Dinar Islam. Maka perlu saya buat
penjelasan yang sangat jelas bahwa Dinar Iraq dan sejenisnya adalah
tidak sama dan bukan Dinar Islam. Dinar Iraq adalah uang kertas biasa,
sedangkan Dinar Islam adalah uang emas 22 karat 4.25 gram.
Lebih
jauh agar kita mengenal Dinar Islam ini lebih dekat, berikut saya
petikkan uraian dari buku saya (Mengembalikan Kemakmuran Islam Dengan
Dinar dan Dirham) yang menjelaskan detil tentang Dinar Islam.
Uang
dalam berbagai bentuknya sebagai alat tukar perdagangan telah dikenal
ribuan tahun yang lalu seperti dalam sejarah Mesir kuno sekitar 4000 SM –
2000 SM. Dalam bentuknya yang lebih standar uang emas dan perak
diperkenalkan oleh Julius Caesar dari Romawi sekitar tahun 46 SM. Julius
Caesar ini pula yang memperkenalkan standar konversi dari uang emas ke
uang perak dan sebaliknya dengan perbandingan 12 : 1 untuk perak
terhadap emas. Standar Julius Caesar ini berlaku di belahan dunia Eropa
selama sekitar 1250 tahun yaitu sampai tahun 1204.
Di belahan
dunia lainnya di Dunia Islam, uang emas dan perak yang dikenal dengan
Dinar dan Dirham juga digunakan sejak awal Islam baik untuk kegiatan
muamalah maupun ibadah seperti zakat dan diyat sampai berakhirnya
Kekhalifahan Usmaniah Turki tahun 1924.
Standarisasi berat uang Dinar dan Dirham mengikuti Hadits Rasulullah SAW, ”Timbangan adalah timbangan penduduk Makkah, dan takaran adalah takaran penduduk Madinah” (HR. Abu Daud).
Pada
zaman Khalifah Umar bin Khattab sekitar tahun 642 Masehi bersamaan
dengan pencetakan uang Dirham pertama di Kekhalifahan, standar hubungan
berat antara uang emas dan perak dibakukan yaitu berat 7 Dinar sama
dengan berat 10 Dirham.
Berat 1 Dinar ini sama dengan 1 mitsqal
atau kurang lebih setara dengan berat 72 butir gandum ukuran sedang
yang dipotong kedua ujungnya . Dari Dinar-Dinar yang tersimpan di
musium setelah ditimbang dengan timbangan yang akurat maka di ketahui
bahwa timbangan berat uang 1 Dinar Islam yang diterbitkan pada masa
Khalifah Abdul Malik bin Marwan adalah 4.25 gram, berat ini sama dengan
berat mata uang Byzantium yang disebut Solidos dan mata uang Yunani yang
disebut Drachma.
Atas dasar rumusan hubungan berat antara Dinar
dan Dirham dan hasil penimbangan Dinar di musium ini, maka dapat pula
dihitung berat 1 Dirham adalah 7/10 x 4.25 gram atau sama dengan 2.975
gram .
Sampai pertengahan abad ke 13 baik di negeri Islam maupun
di negeri non Islam sejarah menunjukan bahwa mata uang emas yang relatif
standar tersebut secara luas digunakan. Hal ini tidak mengherankan
karena sejak awal perkembangannya-pun kaum muslimin banyak melakukan
perjalanan perdagangan ke negeri yang jauh. Keaneka ragaman mata uang di
Eropa kemudian dimulai ketika Republik Florence di Italy pada tahun
1252 mencetak uangnya sendiri yang disebut emas Florin, kemudian
diikuti oleh Republik Venesia dengan uangnya yang disebut Ducat.
Pada
akhir abad ke 13 tersebut Islam mulai merambah Eropa dengan berdirinya
kekalifahan Usmaniyah dan tonggak sejarahnya tercapai pada tahun 1453
ketika Muhammad Al Fatih menaklukkan Konstantinopel dan terjadilah
penyatuan dari seluruh kekuasan Kekhalifahan Usmaniyah.
Selama
tujuh abad dari abad ke 13 sampai awal abad 20, Dinar dan Dirham adalah
mata uang yang paling luas digunakan. Penggunaan Dinar dan Dirham
meliputi seluruh wilayah kekuasaan Usmaniyah yang meliputi tiga benua
yaitu Eropa bagian selatan dan timur, Afrika bagian utara dan sebagian
Asia.
Pada puncak kejayaannya kekuasaan Usmaniyah pada abad 16
dan 17 membentang mulai dari Selat Gibraltar di bagian barat (pada tahun
1553 mencapai pantai Atlantik di Afrika Utara ) sampai sebagian
kepulauan nusantara di bagian timur, kemudian dari sebagian Austria,
Slovakia dan Ukraine dibagian utara sampai Sudan dan Yemen di bagian
selatan. Apabila ditambah dengan masa kejayaan Islam sebelumnya yaitu
mulai dari awal kenabian Rasululullah SAW (610) maka secara keseluruhan
Dinar dan Dirham adalah mata uang modern yang dipakai paling lama (14
abad) dalam sejarah manusia.
Selain emas dan perak, baik di
negeri Islam maupun non Islam juga dikenal uang logam yang dibuat dari
tembaga atau perunggu. Dalam fiqih Islam, uang emas dan perak dikenal
sebagai alat tukar yang hakiki (thaman haqiqi atau thaman khalqi)
sedangkan uang dari tembaga atau perunggu dikenal sebagai fulus
dan menjadi alat tukar berdasar kesepakatan atau thaman istilahi. Dari
sisi sifatnya yang tidak memiliki nilai intrinsik sebesar nilai
tukarnya, fulus ini lebih dekat kepada sifat uang kertas yang kita kenal sampai sekarang .
Dinar
dan Dirham memang sudah ada sejak sebelum Islam lahir, karena Dinar
(Dinarium) sudah dipakai di Romawi sebelumnya dan Dirham sudah dipakai
di Persia. Kita ketahui bahwa apa-apa yang ada sebelum Islam namun
setelah turunnya Islam tidak dilarang atau bahkan juga digunakan oleh
Rasulullah SAW– maka hal itu menjadi ketetapan (Taqrir) Rasulullah SAW
yang berarti menjadi bagian dari ajaran Islam itu sendiri, Dinar dan
Dirham masuk kategori ini.
Di
Indonesia di masa ini, Dinar dan Dirham hanya diproduksi oleh Logam
Mulia - PT. Aneka Tambang TBK. Saat ini Logam Mulia-lah yang secara
teknologi dan penguasaan bahan mampu memproduksi Dinar dan Dirham dengan
Kadar dan Berat sesuai dengan Standar Dinar dan Dirham di masa
awal-awal Islam.
Standar kadar dan berat inipun tidak hanya di
sertifikasi secara nasional oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN),
tetapi juga oleh lembaga sertifikasi logam mulia internasional yang
sangat diakui yaitu London Bullion Market Association (LBMA).
Seperti
di awal Islam yang menekankan Dinar dan Dirham pada berat dan kadarnya -
bukan pada tulisan atau jumlah/ukuran/bentuk keping - maka berat dan
kadar emas untuk Dinar serta berat dan kadar perak untuk Dirham produksi
Logam Mulia di Indonesia saat ini memenuhi syarat untuk kita sebut
sebagai Dinar dan Dirham Islam zaman sekarang.
Seluruh Dinar dan
Dirham yang diperkenalkan & dipasarkan oleh Gerai Dinar adalah
produksi langsung dari Logam Mulia - PT. Aneka Tambang, Tbk..
Sumber : http://geraidinar.com/2008/02/mengenal-dinar-islam.html
No comments:
Post a Comment